Sleepy Joe Biden
Secara ideologis, Joseph R Biden berdiri pada posisi kompromis di dalam Partai Demokrat. Para analist dan pakar meneyebutnya "center-left," sebagai penengah antara "far left” dan "liberal democrat". Di posisi far left ada Bernie Sander, yang sering disebut dengan istilah kubu "Bernie Socialist Democrat," tapi sebagaimana biasanya, oleh Donald Trump dipanggil dengan sebutan "Grazy Bernie." Dan di sisi berseberangan adalah pengikut Bill Clinton, sering disebut dengan istilah "Clintonian Liberal Wing". Nah, Joe Biden berada di tengah.
Posisi semacam ini adalah posisi ideologis kompromis yang hidup di Eropa pasca perang dunia kedua. Enggan mendekat ke fasisme dan malas menjadi bagian dari gerakan revolusioner komunis gaya Soviet. Di Eropa, sebutannya adalah "Christian Democrat". Untuk menyebut beberapa contoh di Eropa, ada Konrad Adenauer, Alcide De Gasperi, and Robert Schuman. Hari ini yang mendekati adalah Angela Merkel di Jerman dan Ursula Von der Leyen di European Union’s Parliament and Commission.
Banyak sedikit juga ada pada mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair dengan gaya " Third Way"-nya, yang mengutamakan keluarga. Jadi tidak terlalu mengherankan jika di DNC (Democrat National Commitee) beberapa bulan lalu, kata-kata "family" cukup banyak muncul dari mulut para tokoh partai demokrat yang memberi testimoni. Selain Jill Biden, terakhir Kamala yang sangat banyak menggunakan kata "family" sebagai titik berangkat atau basis dari rencana kebijakan Joe Biden ke depan.
Biasanya yang di "tengah" memang agak kurang menarik perhatian, kurang attractive di panggung, kurang berapi-api, karena terbilang suka cari aman. Kurang "gila" untuk sebuah tontonan. Dan Joe Biden memang bukan ahli pidato layaknya Obama. Konon cocok untuk wakil. Karena itu Biden terbilang berhasil menjadi wakil Obama selama 8 tahun.
Begitu pula dengan Mike Pence, wakil Trump. Pence adalah seorang original republican, sementara Trump masuk kategori "far right", versi super kontras dari Bernie Sander yang "far left". Mike pence adalah christian republican, sebagai pengimbang Trump. Karena itu, Pence anti LGBT, anti aborsi, dan anti Big Government. Di Indonesia, yang membenci Trump dan Partai Republik bisa bimbang ketika mengetahui gerakan pro LGBT dan pro aborsi ada di Partai Demokrat, bukan di Partai Republik.
Seperti mendengar profesor di depan kelas, begitulah Joe Biden. Nampaknya, karena itu pula disebut "sleepy Joe" oleh Donald Trump. Joe memang seorang doktor, sama seperti istri keduanya Jill Biden yang doktor di bidang pendidikan. Istri kedua? Ya, istri pertama dan anak perempuannya meninggal karena kecelakaan, di masa awal Biden jadi senator. Terakhir, tahun 2015 anak pertamanya meninggal, karena penyakit yang sama dengan kawan dekatnya di partai Republik (kangker otak), Jhon McCain, yang meninggal di tahun 2018.
Jadi sudah bisa ditebak, kalau Joe Biden jadi presiden, maka Amerika akan kembali ke era Obama. Istilah dari para analist, Obamaisme tanpa Obama. Tatanan liberal international, NATO, climate change, social and health security, kelonggaran kebijakan imigrasi, high taxes, dll, adalah penampakannya. Intinya, big government. Secara ilmiah dan intelektual, tentu menarik dan terlihat bersinar. Tapi dihadirkan di panggung oleh seorang Christian Democrat ala Biden, kata seorang kawan, “kind of boring.” Karena itu, Biden butuh spirit dari Kamala, yang dinilai akan mampu mem-battle keangresifan Donald Trump. (Mereaksi itu, Trump langsung melabeli Kamala dengan istilah "Nasty Kamala")
Ya, mengapa Kamala? Karena Kamala sedang disiapkan untuk maju sebagai Calon Presiden dari Partai Demokrat di tahun 2024 nanti. Joe sudah berjanji hanya untuk satu "term" jadi presiden kalau terpilih. Dalam istilah Biden, ia akan menjadi “generational bridge” di dalam partai Demokrat. Dan Kamala adalah kandidat penerusnya. Kamala adalah Senator yang terbilang masih muda plus beringas, mantan pengacara, mantan attorney general wilayah California yang galak. Kamala adalah sosok Obama dalam kelamin perempuan. Ia dianggap cocok untuk mengimbangi Joe Biden yang cenderung bermain aman dan cocok pula untuk menggantikan posisi Biden di tahun 2024
Jadi, dengan posisinya yang sebenarnya cocok untuk jadi "pelembut" seorang presiden, seperti Mike Pence terhadap Trump, Biden hampir pasti kelabakan jika berhadapan "adu kambing" dengan Trump di panggung. Dan terbukti, di debat presiden pertama, Donald Trump menghujani Joe Biden dengan interupsi. Bahkan Trump ikut bersitegang dengan moderator, Criss Wallace.
Namun Joe Biden adalah sosok yang gigih dan pantang menyerah. Biden berjuang mengimbangi keagresifan Donald Trump di kedua debat calon presiden. Semangat tersebut sangat bisa dipahami mengingat Joe Biden, sedari umur belia, sudah bertarung melawan orang-orang yang berwatak seperti Donald Trump. Jika Kembali ke belakang, di masa kecil, Joe Biden mengalami gejala sulit bicara, sehingga sejak masuk sekolah Katolik di Delaware, Biden sudah berjalan dari satu bulian ke bulian yang lain, baik dari para guru maupun para senior. Jadi tak diragukan, Biden sebenarnya sudah cukup terbiasa dengan pesaing sekeras Donald Trump.
Besar di dalam keluarga yang sedang berantakan secara ekonomi, Biden harus bernegosiasi dengan banyak hal untuk tetap bisa bertahan dan menapaki tangga naik. Biden melawan kerasnya pandangan sebelah mata lingkungannya dengan perjuangan yang sangat keras, berjuang untuk memperbaiki diri terus-menerus dan berjuang untuk menjadikan semua tekanan dari luar sebagai tantangan yang harus dihadapi, bukan ditinggalkan.
Sampai akhirnya, untuk melawan lingkungan yang kian keras tersebut, Biden terjun ke dunia politik, masuk ke dalam kontestasi senator Amerika, setelah berhasil duduk di parlemen lokal. Tak tanggung-tanggung, di umur yang sangat muda, 29 tahun, Biden menantang sang petahana yang juga kawan dekat Presiden Nixon kala itu, Caleb Boggs, dua kali jadi gubernur dan dua kali jadi senator. Bermodalkan kekaguman kepada Kennedy dan kedekatannya dengan komunitas kulit hitam, Biden bertemu dengan moment yang pas, yakni moment perjuangan hak-hak sipil di Amerika di tahun 1970an.
Tanpa latar belakang keluarga politisi dan latar belakang nama besar, Biden bergerak dari satu komunitas ke komunitas lainya di Delaware, terutama komunitas kulit hitam. Ia menyalami dan memeluk semua orang yang ditemuinya. Selain kekuatan empati, jabat tangan dan pelukan bahkan kemudian menjadi senjata andalannya dalam meraih banyak simpati.
Di tengah jalan, Biden pernah dihadang kasus plagiarisme, satu kali dalam pidato lisannya, yang dicaplok dari ceramah Niel Pinnok. Tapi berbeda dengan Donald Trump, reaksi Biden lebih lembut dan politis. Biden meminta maaf kepada publik dengan mengatakan bahwa ia "tidak mengetahui" kalau itu adalah plagiarisme, lalu melanjutkan perjuangannya.
Inilah salah satu karakter yang menggambaran motto Joe Biden saat maju menantang Donald Trump, "Build Back Better." Jika ada kesalahan di masa lalu, mari lupakan lalu diperbaiki. Begitu kira-kira intinya. Walhasil, Caleb Boggs harus mengakui kegigihan Joe Biden. Caleb kalah tipis dan Biden melenggang ke Senat.
Namun naas, istri dan anaknya tertimpa musibah sebelum ia disumpah sebagai anggota Senat. Neila Biden bersama anak-anaknya mengalami kecelakaan lalu lintas. Mereka menabrak truk, yang menewaskan Neila (sang istri) dan Naomi Biden (sang anak perempuan). Sementara Beau dan Hunter Biden, tercatat luka-luka. Biden harus kembali "deal" dengan situasi. Ia menjadi senator dan ayah tunggal sekaligus. Sebelum akhirnya bertemu Jill Biden, istri keduanya, sampai hari ini.
Di era 1980 dan 1990an, Biden juga sempat bersiap-siap untuk maju sebagai calon presiden, walau akhirnya gagal di tengah jalan. Ketika itu, Biden juga tertimpa isu plagiarisme pada desertasinya di Syracuse University. Dan Biden memberikan reaksi yang sama, meminta maaf dan berdalih “tidak mengetahuinya”. Tapi langkahnya terhenti dan harus mengakui kedigdayaan Bill Clinton. Sampai akhirnya dipilih oleh Obama di tahun 2008 sebagai calon wakil presiden, setelah bersaing ketat di konvensi Partai Demokrat.
Dan kini, di tahun 2020, Joseph Robinette (Joe) Biden kembali ke panggung. Di umur 78 tahun, maka Biden akan menjadi presiden Amerika tertua setelah inagurasi 20 Januari 2021. Saya sangat bisa membayangkan, betapa rasa senang bercampur sedih dan perih yang dirasakan oleh Joe Biden saat berhasil mengalahkan Donald Trump. Karena sebenarnya, begitu besar harapannya agar almarhum Beau Biden yang ada di posisinya hari ini.
Beau adalah anak tertua, kakak Hunter Biden, yang rela meninggalkan posisinya sebagai jaksa daerah di Delaware untuk ikut berperang ke Irak, lalu pulang-pulang mengidap kangker otak, dan meninggal di tahun 2015, yang menjadi penyebab utama Joe Biden tak ikut konvensi calon presiden partai Demokrat di tahun 2015. Beau dan Hunter, adalah dua anak lelaki Senator Biden, yang selamat dari kecelakaan maut jelang natal, sehari sebelum Joe Biden disumpah sebagai anggota senator untuk yang pertama kalinya.
Rentetan kepahitan yang dialami di dalam hidupnya, membuat Biden benar-benar percaya bahwa garis nasib, tak sepenuhnya ada di tangan kita sendiri, tapi juga di tangan Tuhan. Biden bertahan dengan keyakinan yang teguh dan empati yang kuat pada sesama, sampai hari ini. Pun Biden menjalani hidup yang sederhana, dengan memilih naik kereta setiap hari kerja dari Delaware ke Washington, dan sebaliknya, tanpa malu dan rendah diri, selama dirinya menjadi seorang senator.
Secara politik, Biden menjadi andalan Obama selama delapan tahun, untuk bernegosiasi dengan senat, terutama untuk meng-goal-kan kebijakan-kebijakan penting, mengingat Obama tak pernah punya pengalaman di Senat Federal (Obama hanya sebagai anggota Senat Negara Bagian). Jadi jika di pemilihan senat Georgia 5 Januari nanti Demokrat gagal menggondol dua kursi, maka kemampuan Joe dalam bernegosiasi akan kembali diuji. Berita baiknya, Joe berbeda dengan Obama di mata Mitch McConnell. Keduanya masih bisa saling bekerja sama.
Ya begitulah wankawan. Semoga menambah sedikit pemahaman kita soal siapa sih sebenarnya Sleepy Joe itu
Hahahaha….
Salam Kopie