Hiroshima, Nagasaki, Pearl Harbour, dan Kontroversi Manhattan Project
Tanggal 7 Desember 1941, Jepang menggempur Pearl Harbour. Buku sejarah Amerika menyatakan, peristiwa ini adalah turning point bagi Amerika, dari prinsip perang Widroow Wilson yang masih dipegang teguh sampai ke era Hoover (tidak berperang ke luar, perang harus dinyatakan secara kolegial dengan Parlemen), ke prinsip dan gaya Rosevelt (mencari perang). Mencari perang?
Jawabannya sebenarnya secara sederhana iya. Rosevelt tak bisa menyatakan perang tanpa persetujuan Capitoll Hill sehingga Rosevelt membutuhkan bukti kongkret dan alasan kuat untuk menyatakn ikut berperang. Di tahun tersebut, tidak ada yang mau dan berani berperang dengan Amerika. Negara industri baru, pemenang perang dunia pertama, dengan sokongan perekonomian yang terbilang paling maju kala itu. Tak pelak Jerman pun tak berani melawan Amerika, apalagi Jepang. Amerika baru bangkit satu dekade dari krisis ekonomi besar, Great Depression. Perekonomiannya sedang progresif, kapasitas industrinya apalagi.
Jadi tak mungkin ujuk-ujuk Jepang menghantam Pearl Harbour, kalau tak ada sebab. Secara sederhana, Jepang marah kepada Amerika karena pemberlakuan embargo minyak sebagai hukuman dari Amerika kepada jepang yang mengekspansi kekuasaannya ke saentaero Asia. Jadi Jepang merasa perlu memberi peringatan kepada Amerika agar tidak macam-macam karena Jepang sedang bersiap-siap untuk mengambil beberapa tambang minyak di Hindia Belanda, salah satunya di Tarakan. Sebab lainya adalah Jepang sedang "terlena” kala itu sehingga tak sadar bahwa Rosevelt juga sedang memasang umpan, yang membuat Jepang memberi peringatan kepada Amerika melalui serangan dadakan di Pearl Harbor.
Pearl Harbor akhirnya membuat Pidato Rosevelt di Parlemen menjadi bermakna instruktif, yakni Perang. Parlemen Amerika memberi lampu hijau pada Rosevelt untuk terlibat dalam perang dunia kedua. Namun sejak 2016, terungkap beberapa data baru bahwa sebenarnya Rosevelt mengetahui bahwa Jepang akan menyerang Pearl Harbor, tapi tidak meneruskan informasinya kepada Laksamana yang bertugas di pangkalan Hawaii, agar Rosevelt punya alasan yang faktual untuk ikut terlibat perang dunia kedua membantu sohibnya, Winston Churchill.
Karena pertama, di kala itu Amerika dan Jepang memang sudah bersitegang dan Jepang mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika karena embargo minyak. Sehingga, Amerika juga meluncurkan Operasi Magic, operasi intelejen untuk menginfiltrasi informasi untuk memantau semua pergerakan Jepang. Mustahil Amerika tidak mengetahui serangan tersebut. Hal itu terbukti saat Jepang ingin meluncurkan serangan kedua ke Mids Island, di mana Amerika yang kalah senjata berhasil menggagalkan serang kapal-kapal lengkap Jepang lantaran Amerika berhasil mendapatkan informasi rencana serangan tersebut sebelumnya. Bahkan dikabarkan, di pagi sebelum Pearl Harbor diserang, informasi sudah ada di meja Laksamana Stark di New York, tapi tak disampaikan ke Laksamana Kimmel di Hawaii.
Kedua, Duko Popov, intel yang berbelot dari Jerman ke Inggris, sekaligus tokoh yang menjadi inspirasi film James Bond, telah menyerahkan dokumen dalam bentuk micro dot kepada J Edgar Hoover, petinggi FBI kala itu, pun kepada petinggi CIA, (masih bernama OSS) yang berisi kuisioner yang harus dijawab oleh intel Jerman untuk diberikan kepada Jepang. Dari kuesioner tersebut tertulis jelas bahwa Jepang sedang mencari informasi tentang pangkalan Amerika di Hawaii serta informasi tentang segala pergerakan kapal-kapal Amerika. Bahkan dikabarkan, informasi dari Popov pun sempat parkir di meja Rosevelt beberapa hari sebelum Pearl Harbor di serang. Lalu dikabarkan juga, Churchil saat berbicara dengan Rosevelt via telephone pernah menyampaikan bahwa Jepang akan menyerang Pearl Harbor di suatu tanggal, yang akhirnya terbukti meleset satu hari dari perkiraannya
Tapi lepas dari itu, kembali ke urusan bom atom, di tahun yang sama, 1941, Albert Enstein mengungsi dari Jerman ke Amerika. Enstein menyampaikan kepada Rosevelt bahwa Jerman sedang mengembangkan senjata nuklir. Ya, Enstein sangat mengetahui rencana Jerman ini karena yuniornya yang menjalankan project tersebut, yakni Werner Heisenberg, fisikawan muda Jerman penerima nobel fisika 1932. Tapi proyek ini akhirnya dihentikan karena terjadi ledakan di saat uji coba terakhir, sebelum dihentikan pendanaannya oleh Nazi. Sejak pemberitahuan tersebut, OSS (embrio CIA) mulai memantau pergerakan Haisenberg sampai diketahui bahwa proyek tersebut dihentikan.
Mendengar berita dari fisikawan kelas atas tersebut, Rosevelt terkejut dan segera mengambil tindakan. Adalah Brigjen Leslie Grove, yang ditunjuk memimpin project senjata nuklir untuk menandingi Jerman. Manhattan Project, begitu namanya. Dari sekian banyak fisikawan briliant Amerika, Grove akhirnya memilih J Robert Oppenheimer sebagai chief scientist-nya. Manhattan project seiring dengan pengembangan pesawat pengebom jarak jauh B29 superfotress yang bisa terbang lebih dari seribu km. Pesawat jenis ini sangat diperlukan untuk membawa bom atom dari Tinian Island, salah satu pulau di Kepulauan Pasifik, yang jaraknya lebih dari seribu km dari Jepang
Oppenheimer awalnya adalah penggemar Heisenberg. Mereka pernah bertemu saat Heisenberg datang ke Amerika untuk konvensi ilmiah, di awal perang dunia kedua pecah. Kala itu, Oppenheimer mengajak Heisemberg untuk bergabung melawan Nazi dan Hitler, tapi Heisemberg menolak dan malah memberikan penawaran sebaliknya.
Leslie Grove menentukan lokasi pengembangan project di Oak Bridge, Tennese, Kentucky. Leslie menghabiskan sekitar 1,2 milliar dollar untuk membangun kota baru Oak Bridge yang tak masuk ke dalam peta Amerika tersebut, untuk para pekerja dan ilmuwan yang akan bekerja di proyek Manhattan. Dananya langsung dari Rosevelt, tanpa melalui persetujuan Parlemen.
Di tengah jalan, proyek tersebut menemui kendala keterbatasan uranium. Opsi tersisa hanya plutonium yang membutuhkan proses reduksi kimia di tempat tersendiri. Dan plutonium sangat berbeda dengan uranium. Plutonium sangat tidak stabil, jika tak hati-hati bahkan bisa meledak di laboraturium. Apa boleh buat, akhirnya Leslie Grove setuju untuk memangun lokasi baru di pinggiran Washington, yakni di Hanford, untuk lokasi reaktor nuklir pereduksi kimia plutonium. Untuk menghilangkan keraguan, Leslie akhirnya meminta tim untuk membuat dua bom atom, satu dari uranium dan satu lagi dari plutonium.
Setelah kedua persoalan tersebut teratasi, dibutuhkan lokasi ketiga untuk uji coba. Lokasinya ditentukan oleh Oppenheimer, yakni di Los Alamos, New Mexico, sebuah daerah terpencil di mana beberapa keluarga Oppenheimer tinggal tidak terlalu jauh dari lokasi uji coba. Inilah lokasi akhir bagi dua bom atom yang akan dihadiahkan kepada Jepang. Bom atom dari uranium diberi nama Little Boy dan yang dari Plutonium dinamai Fat Man.
Sementara itu, untuk pilot yang akan menerbangkannya dengan pesawat Enola Gay dari Tinian Island, Lesli memanggil Paul Tibbet, pilot yang sudah memiliki jam terbang cukup dan dianggap layak untuk misi tersebut. Perintah dari Leslie Grove, operasi pengeboman harus menggunakan penglihatan mata pilot, bukan dengan radar. Maka latihan-latihan Paul Tibbet dan tim dilakukan atas standar tersebut. Untuk jaga-jaga jika dibutuhkan pemboman kedua, maka Charles Sweeney disiapkan untuk menjadi pilot pesawat B29 Superfortress.
Namun pada tanggal 12 April 1945, Rosevelt meninggal dunia. Harry B Truman yang semula menjadi wakilnya langsung didaulat sebagai pengganti. Namun sebelumnya, Manhattan Project memang hanya diketahui oleh presiden seorang. Truman sebagai wakil bahkan tak mengetahuinya. Barulah setelah beliau menggantikan Rosevelt, Truman mendapat briefing soal proyek pengembangan bom atom. Dan Leslie Grove pun mendapat lampu hijau dari Truman untuk melanjutkan.
Bom dijatuhkan pada 6 Agustus 1945, di saat Truman dalam perjalanan menuju Amerika dari Postdam, Jerman, setelah mengikuti pertemuan sekutu antara Churcil, Stalin, dan Truman beberapa saat setelah Berlin bertekuk lutut. Di pertemuan tersebut, Truman meminta Stalin untuk menyatakan perang terhadap Jepang sembari menceritakan bahwa Amerika telah menyiapkan bom atom untuk Jepang jika tidak segera menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Amerika. Dan dengan senyum Stalin menjawab bahwa ia telah mengetahui rencana bom atom dari KGB seminggu sebelum diceritakan oleh Truman.
Sebenarnya setelah Pulau Okinawa dan Saipan ditaklukan oleh Amerika, begitu pula dengan pulau-pulau utama di Pasifik, Jepang telah menyatakan menyerah, tapi dengan syarat, setelah Tokyo dibombardir oleh Amerika yang menyebabkan tidak kurang dari 150ribu korban jiwa. Namun Amerika menginginkan lebih, yakni penyerahan tanpa syarat. Dan ternyata, Jepang belum bersedia untuk menyerah tanpa syarat. Dan sampai hari ini, kontroversi moral soal urgensi bom atom di Amerika masih terus berlanjut.
Bagi pendukung Truman, bom atom dibutuhkan untuk menghentikan perang yang akan menyelamatkan ratusan ribu nyawa tentara Amerika. Karena peperangan di Pasifik telah menelan ratusan ribu nyawa tentara Amerika. Dan secara politik, Amerika tak ingin berbagi Jepang dengan Uni Soviet. Jika saja Amerika tak menjatuhkan bom atom, maka perang akan terus berlanjut dan Uni Soviet yang akhirnya menyatakan perang terhadap Jepang akan ikut masuk ke Kepulauan Jepang. Artinya, Jepang akan seperti Jerman dan Korea, terbelah dua. Sementara, Amerika menginginkan hak penuh untuk merekonstruksi ekonomi dan membangun institusi demokrasi di Jepang.
Di sisi lain, yang menentang dan mempersoalkannya, menyatakan bahwa Jerman telah kalah, bom atom tak dibutuhkan lagi. Toh Jepang telah menyatakan diri menyerah bersyarat. Hanya dibutuhkan diplomasi dan sejenisnya. Bahkan setelah Jerman kalah, sekitar seratus ilmuwan yang terlibat dalam proyek Manhattan menandatangani surat yang dikirim ke Truman, yang berisi permintaan untuk tidak menjatuhkan bom atom di Jepang.Tapi Truman bergeming. Karena pada awalnya, Truman hanya fokus pada misi untuk membuat Jepang menyerah tanpa syarat, dan memerintahkan misi bom atom ke lokasi strategis yang kurang berisiko terhadap penduduk setempat. Tapi apa lacur, kenyataannya kemudian tak demikian.
Bom pertama dibawa dan dijatuhkan oleh Paul Tibbet di Hirosima tanggal 6 Agustus 1945, tanpa aba-aba. Kota tersebut luluh lantak dengan ratusan ribu penduduk yang meninggal, hilang, dan terkontaminasi. Jepang masih belum menyatakan diri menyerah tanpa syarat. Di media-media Tokyo kala itu, diberitakan bahwa Amerika telah menyerang Hiroshima dengan bom jenis baru, tanpa menyebutkan spesifikasinya.
Karena tak ada pernyataan menyerah, tanggal 9 Agustus, Charless Sweeny meluncur ke Kota Kekura, namun cuaca sangat tidak bersahabat, berkabut, sehingga sasaran tak terlihat. Walhasil, Sweeney beralih ke opsi kedua, Nagasaki. Kota ini pun luluh lantak dengan korban yang sangat besar, sedikit di bawah jumlah korban Hiroshima. Kemudian tanggal 15 Agustus, meskipun ditentang oleh banyak jenderalnya, Hirohito menyatakan penyerahan Jepang tanpa syarat, 2 hari sebelum Soekarno Hatta mendeklarasikan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Tak ada pernyataan menyesal secara resmi dari Truman soal bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Bahkan ketika bertemu dengan Oppenheimer setelah itu, di mana sang ilmuwan menyatakan dirinya sangat menyesal, blood in my hands, kata Oppenheimer, Truman membalas dengan tegas bahwa semua itu ada di bawah tanggung jawabnya. Openheimer tak perlu merasa risih. Meski demikian, dari kebijakan Truman selanjutnya, terlihat bahwa beliau tak sembarangan lagi dalam menggunakan bom atom.
Saat perang Korea, 1951-1953, Douglas McArthur mengancam akan menjatuhkan bom atom di Pyongyang. Namun Truman menentang, lalu beberapa waktu setelah itu, Truman menarik McArthur dari perang Korea sebelum perang usai. Di perang Korea, bom atom sudah masuk kategori “nuclear Taboo” bagi Truman. Sementara, sang ilmuwan genius, berkeliling dunia untuk memberi ceramah di panggung-panggung ilmiah, terkait bahayanya bom atom. Ceramah yang sangat kontras, yang mengutuk kreasi penceramahnya sendiri.
Ya, begitulah
Semoga menghibur ya. Hahaha
Salam Kopie